Saturday, June 25, 2011

MASA BERLAKUNYA SUATU TERTIB KEROHANIAN

Al-qur’an meletakkan suatu asas bahwa setiap tertib yang berlandaskan rohani dapat menjadi ketinggalan zaman pada saatnya nanti atau orang-orang akan melupakan inti pesan yang ada di dalamnya, ia dapat menjadi ketinggalan zaman dengan dua cara ;
1.      Manusia telah mencampur adukkan hal-hal yang lain ke dalamnya, atau
2.      Ajarannya sudah tidak dapat lagi memenuhi syarat-syarat yang ada.
        Sebagai contoh kita memerlukan  seperangkat pakaian yang baru tatkala pakaian lama sudah robek dan begitu lusuh, sehingga ia tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan kita, atau kita memerlukan lagi baju baru bagi anak-anak yang sedang beranjak dewasa, sekali pun pakaian-pakaian lamanya tersebut masih bagus tapi pakaiannya tersebut menjadi kecil dan tidak muat lagi baginya.
          Begitu pula ajaran kerohanian yang berubah seiring perkembangan zaman karena terjadinya penyempitan makna yang terkandung didalamnya sehingga ia menjadi tidak murni lagi, atau ia berubah karena perubahan alam pikiran manusia dan kondisi-kondisi yang ada sehingga ajaran tersebut sudah tidak dapat lagi memenuhi tuntutan zaman.
         Peristiwa ajaran Tuhan tidak sesuai lagi, baik karena campur tangan manusia atau sebab-sebab lain, hanya terjadi jika memang Tuhan yang menghendaki agar ajaran itu tidak lagi dapat bekerja karena bila Tuhan menghendaki maka tentunya ajaran tersebut akan selalu ada dalam penjagaanNya, sehingga ia mampu menjawab tantangan zaman dan melemparkan penyelewengan-penyelewengan yang terkandung di dalamnya dengan perantara hambanya yang di bangkitkan (qiyamat) kembali untuk tujuan itu, akan tetapi setelah masa dispensasi berakhir, maka Tuhan tidak lagi mengacuhkannya walau pun banyak kesalahan-kesalahan masuk di dalamnya, contohnya saja ketika kita memiliki sebuah pakaian tua yang sudah tidak terpakai lagi, maka kita akan membiarkan  dan tidak peduli ketika anak-anak mengambilnya dan merobek-robeknya hanya untuk bersenang-senang atau membuat api unggun darinya, bahkan terkadang pakaian tersebut hanya jadi kesetan saja, begitu pun Allah yang akan membiarkan manusia mencampuri sejumlah ajaranNya hanya bila ajaran tersebut sudah tidak di perlukan lagi, dan sudah tidak dapat memenuhi tuntutan zaman, sehingga Allah tidak peduli ketika orang-orang berebut faham dan merusak faham-faham yang ada di dalamnya untuk kepentingannya masing-masing, dan itu bisa terjadi bila mana Allah kembali mengutus utusan baru, jadi ajaran Allah berjalan melalui dua tingkatan tersebut ;
1.      Bila ia tidak dapat memenuhi tuntutan zaman maka ia akan diganti dengan ajaran yang lebih baik, sebab ajaran baru tersebut lebih bisa memenuhi tuntutan zaman, maka ungkapan “na’ti bikhori minha”, yakni Kami akan mendatangkan suatu ajaran yang lebih baik dari sebelumnya, menjadi rujukan dari ayat tersebut.
2.      Atau ajarang tersebut bisa tetap ada, dan masih bisa memenuhi tangtangan zaman apabila makna dan Roh yang terkandung didalamnya dibangkitkan lagi namun banyak orang yang telah menempatkan makna yang tidak pada tempatnya sehingga Roh dari ajaran tersebut menjadi hilang karenanya. Dan akhirnya ia di lupakan karena faham yang muncul jauh dari makna yang sebenarnya.

           Dalam hal yang kedua ini tidak di perlukan sebuah ajaran baru dari padanya,tapi yang harus dilakukan itu adalah menghidupkan kembali didalam segala kemurnian makna dan Roh yang terkandung di dalamnya, ini tercermin dalam ungkapan “aw misliha”.
           Di akhir ayat tersebut Allah berfirman : “Tidak tahukah engkau bahwa Allah Maha Kuasa malakuakan itu semua ?”
          Perkataan ini menolak arti ayat dari yang biasa diberikan oleh ulama pada umumnya yaitu ayat tersebut menetapkan adanya teori Nasikh-Mansukh dalam Al-qur’an.
           Terang sekali penghapusan ayat Al-qur’an tertentu tidak ada hubungannya  dengan kekuasaan Allah yang luas dan tidak terbatas, di pihak lain arti yang telah saya berikan kepada ayat tersebut menunjukan secara jelas sekali tentang kekuasaan Allah yang luas dan tidak terbatas hanya kepada satu utusan saja.
           Lebih lanjut lagi Allah menjelaskan dalam Al-qur’an; “Alam ta’lam annala ala lahu mulkus samawati wal ardhi”.
           Yaitu “tidak tahukah engkau? bahwa sesungguhnya adalah bagi Allah kedaulatan atas langit dan bumi”,juga untuk menunjuk kepada bukti yang ada,bahwa bila suatu ajaran baru datang atau suatu ajaran lama di bangkitkan lagi Roh-nya maka suatu Rovolusi atau Qiyamat di perlukan, di mana ummat islam pada umumnya menganggap bahwa qiyamat itu bukanlah suatu tanda kebangkitan Nabi baru, dan menganggap bahwa Allah tidak mungkin menurunkan lagi utusanNya,tapi dijelaskan dalam sifat-sifatNya bahwa Allah adalah Al-mujaddid yang senantiasa memperbaharui dan merubah hal menjadi lebih baik, yang berguna untuk kebaikan manusia baik melalui perantara ajaran baruNya yang di sebut haqiqat atau pun membangkitkan kembali haqiqatnya ajaran lama.
        Pentafsiran yang saya lakukan terhadap ayat tersebut adalah suatu pelurusan dari penyimpangan arti yang di maksud oleh kebanyakan orang tentang ayat tersebut, tetapi semua ayat-ayat tersebut akan menjadi selaras apabila ia diartikan seperti apa yang saya lakukan tadi,para mufasir terdahulu mengartikan bahwa Allah terkadang menurunkan suatu ayat tapi kemudian ia menghapusnya lagi, sehingga orang-orang non-muslim mengejek pandangan ini dan berkata; Mengapa Allah mengapus suatu ayat setelah menurunkannya ? tatkala Allah menurunkannya apakah Ia tidak tahu kalau akhirnya ayat tersebut tidak bisa memenuhi tuntutan zaman ? kedua bila teori Nasikh-Mansukh di terima maka ia akan menunjukkan adanya kelemahan Allah,dan ungkapan “Tidak tahukah engkau bahwa Allah Maha kuasa melakukan segalanya?”akan menjadi tidak berarti, sebab hal itu akan menjadi tidak mempan kepada suatu hal yang menunjukan kelemahan ajaran Allah, karena di pihak lain arti yang terkandung dalam ayat tersebut akan menunjukan suatu perwujudan dari kuasa Allah yang tidak terbatas, karena sekali-kali tidaklah mudah mengubah kebiasaan lama yang sudah menjadi tradisi dan sudah terpahat di dalam diri kita,terpahat dalam hati dan pikiran kita yang di kira sebagai suatu kebenaran yang mutlak, padahal kebenaran yang sejati atau haqiqat itu bukanlah apa yang kita kira menurut kebiasaan dan kesenangan hati, sehingga mungkin pada awalnya orang-orang akan merasa berat untuk meninggalkan keyakinan yang sudah tertanam kuat dalam hati dan pikirannya, apalagi ketika ia harus berpikir kembali untuk itu, maka kebenarana sejati itu tidaklah mudah di terima oleh nalar pikiran dan hati kita, bahkan mungkin alam pikiran kita akan di guncang dengan suatu guncangan yang hebat terlebih dahulu,sehingga kadang guncangan tersebut sekurang-kurangnya akan menimbulkan rasa was-was dan ragu dalam diri, maka disanalah buku ini akan memberikan peran tentang makna Qiyamat yang lebih jelas.
         Melakukan hal-hal yang tidak meragukan kebenaran yang datang dari Allah adalah suatu pesan yang di sebutkan dalam (Q.S 2 : 2-3);
“Yaitu orang-orang yang tidak ragu kapadaNya,itulah mereka yang bertaqwa, dan mereka adalah orang yang percaya adanya hal yang Ghaib”,
          Maka berimanlah kepada yang Ghaib, yang meliputi seluruh ciptaanNya,karena Allah ada didalam diri yang paling dalam dan ada diluar diri yang paling luar, sehingga manusia tidak akan bisa menjangkaunya dengan akal pikiran kecuali dengan rasa dirinya, dan keimanannya yang kuat itulah orang yang taqwa.

No comments:

Post a Comment