Tuesday, September 6, 2011

Kriterium Utusan Allah (buku Qiyamat bab 1)

Kriterium Untuk Utusan Allah

         Pada dasarnya setiap utusan Allah, pastilah karena ia membawa suatu pesan baru yang berbeda dari apa yang di bawakan oleh Rosul-rosul sebelumnya, tapi ada kalanya ia tidak membawa suatu pesan baru,namun meluruskan kembali pesan-pesan yang pernah di sampaikan oleh rosul sebelumnya, tapi tetap saja pesan yang di bawanya itu akan menjadi pesan baru di zamannya karena orang-orang telah melupakan pesan lama yang dibawa oleh rosul sebelumnya,dan pesan lama tersebut telah menyimpang dari makna yang sebenarnya, maka kembali Allah mengutus seorang manusia biasa dari kalangan mereka sendiri untuk meluruskan pesan lama yang menyimpang dan membawa pesan baru yang belum pernah di ketahui oleh seorang pun di dunia ini, seperti hal nya Nabi Muhammad yang di utus Allah untuk meluruskan kembali pesan-pesan yang pernah di sampaikan oleh Nabi isa, di mana setelah Nabi isa wafat, maka kecintaan ummat-ummat nasrani kepada Nabi isa terlalu berlebihan, sampai mereka menganggap Nabi isa itu sebagai anak Tuhan, sehingga keluar dari fitrah manusia yang telah di gariskan Allah, padahal Nabi isa itu sendiri memiliki ayah bernama yusuf yang selalu bersama Maryam kemana pun Maryam pergi, hanya karena yusuf seorang tukang kayu yang miskin, membuat mereka tidak mau mengakui fitrah manusia yang terlahir kedunia ini karena proses penyatuan dari seorang laki-laki dan perempuan, dan fitrah tersebut juga akan menjadi jawaban bagi manusia mengapa Allah menciptakan alam semesta ini dalam enam masa ? padahal Allah bisa saja membuat alam semesta ini dalam satu detik saja,semua itu menunjukkan kepada manusia bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini membutuhkan proses yang harus di lalui dan itu adalah fitrah manusia yang berjodoh-jodoh dan ketika ada seseorang yang mengatakan bagaimana kalau itu menjadi kehendak Allah ? maka saya akan katakan bahwa kehendak Allah hanya terjadi apabila manusia melalui proses alami yang telah di gariskanNya, seperti proses terlahirnya manusia, yang berasal dari nutfah, mudgoh, alaqoh dan lahman, lalu setelah seratus hari barulah Allah meniupkan Ruh Suci ke dalam rahim Maryam, akan tetapi akal pikiran manusia selalu mengubah kedudukan fitrah Allah tersebut dengan fitnah,padahal dengan terang Nabi Muhammad pun menjelaskan bahwa Allah tidak beranak atau di peranakkan, artinya bahwa Allah tidak memperanakkan manusia langsung baik secara ghaib atau pun secara nyata,kecuali melalui proses yang telah menjadi fitrah dan kehendakNya sejak awal mula manusia diciptakan, bahwa sudah menjadi fitrah Allah yang menciptakan manusia berjodoh-jodoh dan berbeda-beda bahasa dan warna kulitnya (Q.S 30:22).
         Adalah suatu fitnah yang besar kepada Allah seandainya manusia menuduh bahwa Maryam tidak memiliki suami, atau bisa hamil tanpa adanya sentuhan seorang lelaki, maka dasar pemikiran tersebut sebenarnya bukanlah dasar pemikiran Nabi isa atau pun Nabi Muhammad melainkan dasar pemikiran manusia yang menyimpang setelah ditinggal wafat oleh Rosulnya, maka pada waktu itu Muhammad kembali meluruskan pemahaman orang-orang arab yang kebanyakan menganut Agama Nasrani waktu itu, namun setelah di tinggal wafat oleh Nabi Muhammad,maka dasar pemikiran tersebut kembali di yakini dan di imani oleh orang-orang sebagai suatu bentuk kebodohan dan penyimpangan manusia dari jalan yang benar, padahal maksud dari kata maryam sebagai wanita suci yang dimaksud oleh Nabi isa dan Nabi Muhammad itu bukanlah wanita yang tidak terjamah oleh laki-laki, namun wanita suci yang dimaksud itu adalah wanita yang sedang mengandung Roh suci yang ada dalam rahimnya, sehingga sering kali mungkin kita melihat dalam kenyataan hidup ini bahwa wanita yang sedang hamil  akan tampak bercahaya dan terlihat aura kecantikannya karena pengaruh dari Roh suci yang ada dalam kandungan rahimnya, maka pemahaman Nabi isa tanpa ayah itu akan menjadi suatu bentuk fitnah yang kejam kepada Allah, sehingga Allah kembali mengutus Nabi Muhammad untuk meluruskan kembali pemahaman manusia yang menyimpang akibat dari pemujaan manusia yang berlebihan kepada Nabi isa, Nabi Muhammad pun menjelaskannya dalam (Q.S 3 ayat 80), yaitu ayat yang menyarankan agar manusia tidak berlebihan dalam pemujaannya kepada Rosul, karena Nabi Isa itu adalah manusia biasa seperti kita yang memiliki ayah yang bernama yusuf bahkan beliau memiliki istri bernama maria mahdalena yaitu putri dari bunyamin, namun karena sikaf yang terlalu berlebihan dalam memuja Rosul akan menjadikan dirinya larut di dalam kemusyrikan yang besar, akan tetapi begitulah sifat buruk manusia yang selalu bengkok dan menyimpang setelah di tinggalkan wafat oleh rosul-rosulnya, maka kenyataan yang pernah terjadi pada ummat nasrani yang terlalu berlebihan dalam memuja Nabi Isa, kini hal itu pun kembali terjadi kepada ummat islam yang terlalu berlebihan dalam pemujaannya kepada Nabi Muhammad, sehingga ia menutup potensi dirinya sendiri untuk kembali dalam keadaan fitrah, karena masih ada sifat syirik di dalam dirinya, untuk itulah maka Nabi Muhammad pun meramalkan bahwa ummat yang terbaik di sisi Alloh itu adalah ummat setelahnya dan setelahnya,dan itu akan terjadi 13 abad setelahku kata Nabi Muhammad, yaitu pada zaman ketika semua mata terbelalak (q.s 75 : 7), dan maksud dari kata semua mata terbelalak tersebut adalah zaman ketika semua pandangan dan pola pikir manusia menjadi lebih maju dan luas, di sanalah Allah kembali menurunkan utusanNya atau cahayaNya yang di sebut Imam Mahdi, dan pernyataan Rosul tersebut di abadikan dalam (Q.s 24 : 35), yaitu imam yang membuka suatu mihrab baru yang disebut haqiqat atau cahaya diatas cahaya, yaitu cahaya yang turun tidak di barat atau pun di timur (non block).
         Seperti halnya Nabi isa yang memberi kabar gembira kepada ummatnya di masa datang, bahwa akan ada lagi seorang Rosul yang akan diturunkan Alloh setelahnya yang bernama Ahmad(Muhammad),dalam (Q.s 61 : 6), dimana Ahmad yang dimaksud dalam ayat tersebut sebenarnya adalah nama asli dari Muhammad,karena Muhammad itu bukan nama seseorang atau sosok seseorang,melainkan dzat atau cahaya Alloh yang ada didalam diri manusia yang bernama Ahmad, bahkan beliau sering mengatakan bahwa Muhammad itu adalah cahaya yang telah ada sebelum Allah menciptakan alam semesta, namun karena keterbatasan dari pikiran manusia yang hanya bisa mengambarkan sosok dan bentuk,maka Muhammad pun berubah menjadi sosok yang di puja oleh manusia, maka pesan lama yang sudah terlupakan oleh manusia tersebut tentunya menjadi suatu pesan baru yang dianggap aneh dan baru, ketika ada seseorang yang kembali menekankan bahwa Muhammad itu bukanlah nama Nabinya orang islam dan itu adalah pesan lama yang pernah disampaikan oleh Rosul,namun manusia telah menyimpangkan makna tersebut dari kedudukan yang sebenarnya, akibat dari pemujaan dirinya yang terlalu berlebihan kepada rosul sehingga ia menyimpang dan terbiasa dengan keimanannya tersebut,maka kebenaran pun bukan lagi dipandang dari sisi ilmu,tapi ia di pandang dari sisi kebiasaan dirinya akan sesuatu,padahal yang menjadikan Muhammad sebagai sosok Nabi itu bukanlah pandangan yang lahir dari Allah atau pun UtusanNya, melainkan suatu pandangan yang lahir dari akal pikiran manusia setelah ditinggal wafat oleh rosulnya, untuk itulah Nabi menjelaskan kalau dirinya adalah pembawa Syariat terakhir, tapi yang perlu kita garis bawahi di sini bahwa Syariat itu bukanlah akhir dari perjalanan hidup manusia, tapi awal perjalan hidup manusia menuju tingkatan yang lebih tinggi lagi seperti thariqat, haqiqat, ma’rifat, artinya bahwa memang benar syariat terakhir itu adalah syariat yang dibawa oleh Nabinya orang-orang islam yang bernama Ahmad tapi sering kali kita biasa menyebutnya dengan sebutan Muhammad, akan tetapi beliau sendiri pernah berkata dan meramalkan tentang Imam Mahdi yang akan di turunkan Allah sebagai Utusan Allah dalam surat An-Nur.
“Allah pemilik Cahaya langit dan bumi, perumpamaan Cahaya Allah tersebut seperti lampu neon atau bohlam dalam lubang kaca yang tak tembus udara karena ada ruang kosong didalam bola kaca tersebut, bahkan lampu tersebut dapat bercahaya walau pun tidak tersentuh api,cahaya neon atau bohlam tersebut tidak mengunakan bahan bakar dari minyak zaytun, , yang turunkannya tidak di barat ataupun di timur sesuatu, artinya cahaya tersebut di turunkan di tengah-tengah dari itu,itulah cahaya di atas cahaya atau haqiqat, Allah menunjuki manusia munuju cahaya tersebut kepada siapa saja yang dikehendakiNya dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan cahayaNya (haqiqat) untuk manusia, dan Allah yang mengetahui segalanya”.(Q.s 24:35).
     Ramalan tentang Imam Mahdi ini telah tersebar luas dalam kalangan ummat islam dan tentunya ramalan itu juga ada dalam kalangan ummat nasrani yang meyakini bahwa Nabi isa itu akan di turunkan kembali Ruh Qudus nya ke dunia ini, dan itu di buktikan oleh perkataan rosul yang menjawab pertanyaan sahabatnya ketika beliau di tanya tentang siapa ummat terbaik di sisi Allah, lalu beliau pun menjawab bahwa ummat yang terbaik di sisi Allah itu adalah ummat setelahnya, dan setelahnya, yaitu ummat pada zaman Imam Mahdi yang akan turun 13 abad setelah aku wafat,dan kabar gembira itu menjadi kenyataan ketika akhirnya pada tahun 1331 hijriyah, ada seseorang yang lahir pada tanggal 12 robiul awal, yaitu tanggal dan bulan yang sama seperti ketika Nabi Ahmad (Muhammad) lahir, namun beliau tidak begitu di kenal oleh masyarakat luas, dan dia tidak mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi, karena rosul pun selalu mengatakan bahwa Imam Mahdi itu tidak pernah mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi dan tidak di kenal dunia pada masa dirinya masih hidup di dunia.
        Munculnya pemikiran-pemikiran manusia yang menganggap “bahwa tidak ada Nabi lagi setelah Nabi Ahmad (Muhammad), adalah suatu bentuk pemujaan atau pengkultusan kepada manusia, dan hal tersebut akan cenderung membawa manusia kepada sifat syirik, padahal yang dimaksud sebagai nabi terakhir disitu adalah Nabi terakhir yang mengajarkan syariat,sedangkan syariat itu bukanlah akhir dalam perjalan,namun syariat itu adalah awal dalam perjalan hidup manusia menuju tingkatan yang lebih tinggi lagi dari padanya, seperti yang di jelaskan rosul dalam (Q.S 70:3), bahwa di sisi Allah terdapat tangga-tangga kedudukan, sama halnya seperti apa yang di yakini ummat hindu dan budha yang meyakini bahwa didunia ini terdapat kasta-kasta kedudukan manusia tergantung kepada pilihan hidupnya,bedanya ummat islam meyakini bahwa setiap manusia memiliki kedudukan yang sama di sisi Allah akan tetapi dalam kenyataannya mereka akan sangat riskan sekali kalau dikatakan kepada mereka bahwa setiap manusia memiliki potensi yang sama seperti Rosul, lalu apa yang ada dalam pikiran mereka tentang Rosul itu ? bahkan tanpa mereka sadari mereka secara tidak langsung menganggap rosul itu sebagai dewa seperti halnya keyakinan orang hindu dan budha kepada dewa-dewa mereka, padahal sering kali rosul mengatakan kepada ummatnya bahwa Rosul atau Nabi itu adalah manusia biasa yang sama seperti kita, lalu kenapa beliau bisa menjadi Nabi atau Rosul? itu karena telah hilang pemujaan dirinya kepada manusia, manusia yang bisa menjadi rosul atau nabi itu adalah manusia yang sudah tidak mengkultuskan manusia lainnya, dan dia hanya beriman kepada Allah dan kepada kenyataan hidup yang di jalaninya, sehingga dalam tingakatan pemahaman ummat-ummat yang masih mengkultuskan Nabinya adalah ummat dalam tingakatan sudra dalam hindu, yaitu manusia yang masih menganggap bahwa dewa itu adalah Tuhan, padahal dewa-dewa tersebut adalah manusia biasa yang di utus oleh Sang Maha Dewa yang di sebut Onghi, artinya bahwa daya pikir manusia dalam tingkatan syariat beragama itu pada dasarnya sama, mereka sama-sama masih memuja dan mengkultuskan manusia.
       Kalau di ibaratkan dengan benda syariat itu adalah busurnya, dan thariqat itu adalah anak panahnya yang mengikuti insting dan perasaan hati sang pembidik, dan haqiqat itu adalah targetnya,jadi hanya orang-orang yang mampu melepas kebiasaannya dalam syariat (fikiran) yang bisa sampai kepada target atau haqiqat kebenaran yang datang dari Allah, karena dalam tingkatan keilmuan manusia ia terbagi menjadi empat tingkatan ilmu, yaitu 1.Syariat, 2.Thariqat, 3.Haqiqat, 4.Ma’rifat, dan dalam tingkatan tentunya bukan seperti tingkatan benda yang terpisah satu sama lainnya, namun tingkatan tersebut adalah suatu tingkatan daya dalam diri manusia yang saling berhubungan satu sama lain dan menyatu didalam dirinya,dimana Syariat itu adalah bahasa arab yang kalau dalam bahasa Indonesia itu adalah jalan, namun jalan yang di maksud adalah jalannya pikiran yang ada di dalam dirinya,dan Thariqat itu juga artinya sama yaitu jalan, asal dari kata Thoriq atau Thiraqat, tapi jalan yang di maksud dalam tingakatan Thariqat di sini adalah jalannya hati, sehingga hatinya masih membutuhkan wirid dan rapalan-rapalan ayat yang senantiasa dibisikan di dalam hatinya, sedangkan Haqiqat adalah Roh atau jiwa dalam bahasa Indonesia, di mana Roh atau jiwa tersebut bukanlah perasaan yang timbul dari hati dan pikiran yang di sebut bathin, karena Roh itu bukanlah apa yang kita sebut perasaan hati atau bathin, tapi Roh atau jiwa tersebut lebih dalam dari perasaan bathin, di mana bathin itu adalah kumpulan dari perasaan hati dan pikiran yang masih ditumpangi oleh nafsu,atau bisa dikatakan bathin itu adalah perasaan diri kita yang mengimani sesuatu yang lahir dari pikiran dan hatinya, sedangkan Haqiqat itu lebih dalam dari itu, maka di sinilah tingkatan hidup manusia di ukur dalam dirinya, namun tingkatan tersebut bukanlah imajinasi dari pikirannya yang keluar diri, tapi tingkatan yang di ukur oleh rasa dirinya ke dalam diri, dan itu di sebut iqro dalam islam, yaitu dengan proses yang terus menerus dalam melatih jiwanya untuk selalu membaca dirinya ke jauh ke dalam diri, maka di sana ia akan menemukan sejati dirinya dan mengenal Tuhannya, itulah yang di sebut Ma’rifat yaitu suatu tingkatan yang paling tinggi dalam hidup manusia.         
        Jadi Nabi atau Rosul itu bukanlah orang-orang yang terlalu banyak berimajinasi atau memuja manusia lain yang hidup sebelum dirinya, contohnya  Nabi Ahmad  (Muhammad), beliau itu bukanlah pemuja Nabi Isa,walau pun beliau sendiri mengatakan bahwa dirinya mengimani Nabi Isa, tapi beliau tidak mengkultuskan Nabi Isa, karena sehebat apa pun manusia yang telah meninggal, tapi lebih hebat lagi manusia yang hidup pada saat ini, dan kehebatan seseorang di masa lalu itu hanya sejarah yang tidak perlu di kultuskan atau di puja terlalu berlebihan, seperti dalam kutipan pembincaraan Nabi yang mengatakan “lan tarjia ayamul lathi madot” yang artinya bahwa masa lalu itu tidak akan kembali lagi, maka perkataan rosul itu menunjukkan kepada kita agar kita lebih memikirkan dan menjalani kenyataan hidup yang di hadapi,di bandingkan memikirkan apa-apa yang telah terjadi pada masa lampau, karena kenyataan hidup yang di jalani dan selalu membaca diri sendiri itu lebih baik dari pada membaca apa-apa yang pernah di katakan olah manusia yang hidup di masa lampau, dan yang di sebut iqro dalam al-qur’an itu bukanlah untuk membaca orang lain, tapi kita harus membaca diri, dan seperti itulah ciri-ciri utusan Allah yang tidak pernah memuja atau mengkultuskan manusia, karena pada dasarnya Nabi atau Rosul itu adalah manusia biasa, yang tidak mengaku dirinya Rosul, ada pun orang-orang yang mengaku dirinya dan menyatakan bahwa dirinya rosul itu adalah pendapat nafsu dan angan-angan yang ada dalam pikiran dan hatinya., dan salah satu ciri Imam Mahdi itu kata Rosul, adalah manusia yang akan muncul di tengah masyarakat yang pada masa itu banyak orang yang mengaku dirinya rosul, akan tetapi ia masih berbicara seperti aku bicara, dan meniru persis sepertiku, namun dia melupakan dirinya sendiri dan ia sesungguhnya telah kehilangan jati dirinya, sedangkan Allah itu lebih dekat dengan mereka yang mengenal dirinya sendiri, maka dalam hadistnya Nabi mengatakan“man arofa nafsahu pakod arofa robbahu”yang artinya “barang siapa yang mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya, dan itulah makna iqro yang di maksud oleh Rosulullah.
         Itulah kriteria Utusan Allah yang tidak mengaku dirinya rosul dan tidak meniru rosul sebelumnya dalam menyampaikan segala sesuatu, karena pada dasarnya setiap Nabi atau Rosul itu memiliki kelebihan diri dengan tidak mengkultuskan, meniru dan memuja manusia, Utusan Allah itu adalah manusia biasa yang hanya memuja Allah.

No comments:

Post a Comment