Tuesday, September 6, 2011

Sifat-Sifat Allah (Bab 5)

Sifat-Sifat Allah


        Departemen ini berurusan dengan masalah yang bertalian dengan pendidikan,dengan kesehatan dan selanjutnyam seperti itu pula Tuhan Yang Maha Kuasa mempunyai banyak sifat yang bekerja di dalam tubuh kita seperti lembaga-lembaga yang bekerja dalam badan pemerintahan, dan setiap sifat memiliki hubungan dengan satu aspek atau lebih dari kehidupan manusia di dunia ini, karena pengertian tentang sifat-sifat Allah itu bergantung kepada pengetahuan tentang sifat-sifat tersebut.
       Jadi pintu yang membawa manusia kepada pemahaman sifat-sifat ini telah dibukakan bagi Musa, dan ia di beri pengetahuan yang luas daam lapangan ini, orang-orang yang telah mempelajari kitab Musa dengan sungguh-sungguh akan merasakan bahwa sifat-sifat Allah yang di ungkapkan Musa boleh di katakan terhimpun dalam jumlah yang di terangkan Al-qur’an, suatu kali saya menghayati hal ini sedalam-dalamnya, tetapi pada suatu saat betapa jua pun saya gagal menyebutkan sifat Allah dalam kiba Al-qur’an yang tidak di sebutkan dalam kitab taurat, sifat-sifat Rabb, Rahman, Rahim, Maliki Yaumuddin, dan beberapa lainnya adalah sifat-sifat yang di sebutkan dalam islam, dan ini pula yang telah di sebutkan Musa, pendeknya pemahaman akal pikiran orang-orang sekarang telah naik ke suatu tingkatan di mana ia dapat mengetahui bahwa sifat-sifat Allah bekerja dalam tubuh manusia laksana badan-badan lembaga yang teratur dan berjalan dengan baik dalam suatu susunan pemerintahan yang tertib, sehingga tubuh kita ini adalah laksana suatu pemerintahan dalam diri kita, di mana seharusnya yang merajai atau meminpin diri kita itu adalah Roh atau jiwa sedangkan pikiran hati dan nafsu hanya pengabdi dari perintah ruh yang ada dalam diri kita, karena roh atau jiwa itu sendiri adalah bagian dari Allah yang di tiupkan oleh Allah ke dalam diri manusia setelah janin dalam kandungan berusia 100 hari, jadi ruh atau jiwa itu adalah kuasa Allah yang ada dalam diri manusia, sehingga ketika sahabat Nabi bertanya kepada Nabi di manakah Allah ? maka Nabi pun menjawab bahwa Allah itu dekat, Allah lebih dekat dari urat leher, Allah lebih dalam dari rasa perasaan diri manusia, dan Musa kala itu di beri kuasa untuk menyampaikan sifat-sifat itu, bahwa di dalam diri manusia itu ada sifat Allah yang membentuk sistem dalam diri manusia, inilah yang menjadi alasan mengapa setelah Musa datang serangkaian Nabi-Nabi yang semuanya tunduk kepada hukum syariat yang di bawa oleh Musa, sekali pun keNabian mereka di terima langsung dari Allah, dengan kata lain tatkala manusia meningkat kepada kesadaran tentang bagaimana terjadinya bagian-bagian yang terpisah tetapi saling berhubungan untuk membatasi sifat-sifat Allah yang bertalian dengan manusia, maka Allah memerintahkan kepada Musa untuk membentuk bagian-bagian itu, semakin baik untuk menghayati hidup buat mencapai tujuan hubungan Tuhan dengan Manusia yang lebih baik dan lebih cepat, di bawah pengawasan dan bimbingan suatu tertib dengan suatu wadah yang di sebut khulafa, Musa adalaha Nabi pertama yang menerapkan sistem syariat atau ke-kholifahan yang di ikuti oleh serangkaian Nabi pengganti(kholifah), yang di tetapkan Allah setelah Musa akan tetapi semuanya tunduk kepada dispensasi hukum yang telah di tetapkan oleh Musa.
         Sekarang Agama menjadi suatu filsafat teratur yang mengatur tentang bagaimana hubungan manusia dengan Allah, bagunan syariat yang telah di bangun selamat dan amat dari segala pihak, tatkala Ibrahim memasrahkan diri dan menghayati hidup dari sifat-sifat ilahi yang ada dalam diri manusia, maka yang di tuliskannya dalam kitab adalah ;

“Tuhanku perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan kembali orang yang telah mati”.

        Tetapi oleh karena Musa mendapat pengertian yang lebih baik tentang bekerjanya sifat-sifat Allah dalam diri manusia maka tatkala ia menghayati hidup maka keinginan yang timbul dalam pikirannya adalah ;

“Tuhanku perlihatakanlah kepadaku suatu pemandangan tentang diri-Mu sendiri”.

        Yang di minta oleh Ibrahim adalah manifestasi salah satu dari banyaknya sifat Allah, sedangkan Musa mengnginkan pemandangan yang sepenuhnya dari sifat Allah, dapat di katakan secara keseluruhan dari sifat-sifat Allah dan cara kerja Allah dalam diri manusia.
        Adalah suatu yang lazim di dunia ini bila mana seorang Nabi muncul maka orang-orang menganggapnya pendusta bahkan di anggap gila, akan tetapi semua orang-orang berlomba-lomba memuji Nabi setelah ia berlalu, bila di sebutkan suatu keunggulan Nabi setelahnya maka mereka berkata; “itu tidak mungkin”, apakah kamu kira nenek moyang kami dan Nabi kami itu manusia bodoh,sehingga mereka tidak tahu hal ini kalau ia benar ?, seperti tatkala Musa mengatakan bahwa ia di beri karunia bertemu dengan kekuasaan Allah maka orang-orang yahudi yang mengikuti Ibrahim marah sekali dengan pernyataan itu, sebab mereka berpikir bahwa pernyataan Musa itu mengandung suatu penghinaan kepada Nabi Ibrahim, dan orang-orang yahudi itu pun berkata kepada Musa bahwa kamu adalah pendusta, dan ini di terangkan dalam bukti yang tertulis dalam Al-qur’an ;

“Kami tidak percaya kepadamu (dalam hal ini), sampai kami bisa melihat Tuhan terang-terangan dengan mata kami”.

         Ini adalah Qiyamat Ruhani atau revolusi Spiritual yang di lakukan oleh Musa, dan ini adalah sifat Musa yang karenanya sudah di tetapkan bahwa gerakan terakhir dari revolusi spiritual atau qiyamat ruhani ini akan di ikuti oleh Nabi-Nabi setelahnya,di katakan ;

“Allah Tuhanmu akan membangkitkan bagi kamu seorang Nabi di tengah-tengahmu, di antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, kepadanya kamu harus patuh”. (Ulangan 18:15).

        Kemudian dalam pesannya yang terakhir kepada manusia, dalam Al-qur’an Allah berfirman kepada orang-orang yang beragama islam ;

“Kami telah mengutus seorang rosul kepada kamu sekalian, seorang saksi bagi kamu sekalian, sebagaimana Allah telah mengutus seorang rosul kepada fir’aun”. (Q.S 73:16).

       Yaitu hukum yang sempurna dan kumplit yang di bawa oleh Nabi Muhammad, sekali pun menyempurnakan kitab dan hukum yang di bawa oleh Nabi-Nabi sebelumnya, namun dalam kesamaan hokum ia sama dengan aturan hokum yang di bawa oleh Musa, ajaran yang di turunkan kepada Nabi-Nabi lain dapat di misalkan seperti kamar, yang semuanya berdiri sendiri dan terpisah di bawah naungan suatu rumah, akan tetapi ajaran yang di turunkan kepada Musa merupakan suatu rumah yang terencana dengan baik dengan beberapa kamar untuk mencukupi sejumlah keperluan,meskipun Al-qur’an adalah kitab yang lebih tinggi untuk hukum syariat dan aturan hidup didunia di bandingkan kitab-kitab sebelumnya, sebagai suatu gedung yang di rencanakan, komplit dalam dirinya sendiri, ia mirip bangunan-bangunan yang lainnya tersebut, tetapi dalam hal yang lainnya ia tidak dapat di katakan mirip dengan kamar-kamar yang terpisah yang masing-masing berdiri sendiri dengan kemauannya sendiri, jadi Musa adalah Nabi pertama yang menerima Hukum syariat yang komplit, meskipun dalam hal-hal perincian yang lebih halus dan lebih tinggi ia tetap masih memiliki banyak kekurangan,yang kemudian tugas itu di berikan kepada Nabi Muhammad untuk menyempurnakan hukum syariat yang telah di bangun oleh Nabi Musa untuk menyempurnakan Hukum yang telah ada sebelumnya.
        
        Hal ketiga yang paling penting dan jelas dalam dispensai hukum Musa adalah bahwa setelah melalui Evolusi atau Qiyamat ruhani kecil, seiring dengan perkembangan wawasan manusia dan perkembangan mental manusia, bentuk wahyu dari Allah kini menjadi lebih tepat dan bisa di tangkap oleh pikiran manusia, oleh karena itu sekarang akan di bicarakan aspek-aspek itu secara terperinci, maka di perlukan suatu ketepatan dalam penyampaian, yang membuat perlunya suatu wahyu dalam kata-kata yang terpilih dengan baik, dan inilah sebabnya Al-qur’an berkata;

“Tuhan langsung berbicara kepada Musa”.

        Tapi itu bukan berarti Allah tidak bicara langsung kepada Nabi-Nabi sebelumnya, pengertiannya bahwa dalam hal wahyu itu pada Nabi-Nabi dahulu ia turun dalam bentuk kasyaf atau dalam mimpi-mimpi, sedangkan ketika zaman Musa hal itu datang langsung kepada Musa dalam bahasa yang jelas dan dapat di tangkap oleh pikiran manusia ketika ia di jelaskan dalam kata-kata, dan sebenarnya percakapan antara Allah dengan manusia itu tidaklah seperti bayangan pikiran yang menganggap percakapan itu seperti percakapan antar sesama manusia yang behadap-hadapan langsung dan terpisah raga dan bentuk, percakapan manusia dengan Tuhan itu lebih kepada gerak rasa dan sifat yang ada dalam diri manusia yang bergerak secara otomatis, seperti ketika anda memutuskan untuk makan atau minum, maka keputusan untuk melakukan makan dan minum tersebut sebenarnya adalah hasil dari percakapan antara tubuh, pikiran, hati dan nafsu yang masing-masing memiliki tugas yang terpisah dalam diri manusia namun saling berhubungan satu sama lainnya, namun jelaslah wahyu itu pertama-tama hanya akan dimengerti dan ditangkap oleh dirinya sendiri, karena apa yang di rasakan oleh dirinya belum tentu dapat di pahami dan di tangkap oleh akal pikiran orang lain yang mendengarkan tuturan kata-kata dari rasa yang diterimanya, akan tetapi Musa diberi kekuasaan untuk menuturkan rasa yang di terimanya kepada orang lain dalam bentuk kata-kata dan kalimat-kalimat, tetapi dalam hal Musa sekali pin, pengertian tentang wahyu saja yang di jamin, sebagai missal bila kita berbicara kepada orang lain, kita memakai kata-kata tertentuyang sampai kepada yang kita ajak bicara persis sebagaimana yang kita ucapkan, yang memungkinkan perkataan kita di salah pahamkan,tetapi bila kita tidak menekankan supaya kata-kata yang kita ucapkan di pelihara, maka akan ada kemungkinan orang yang kita ajak bicara melakuakan kekeliruan dalam menangkap maksud dari perkataan yang kita sampaikan, dan pendengar merasa cukup yakin dengan apa yang ada dalam pikirannya sendiri, bahwa ia telah mengerti maksud kita dengan benar, maka cara untuk menghindari terjadinya kekeliruan seperti itu adalah menuliskan apa yang pernah di sampaikan, atau mengusahakan agar perkataan itu di pindahkan dalam bentuk tulisan, dengan perkataan yang persis sama seperti apa yang pernah di katakan oleh penyampai pesan, di sini benarlah terdapat perbedaan antara wahyu yang di terima oleh Musa, dengan wahyu yang di terima oleh Nabi Muhammad, perintah belum di keluarkan agar wahyu yang di terima oleh Musa di tuliskan dalam bentuk kata-kata, dan apa yang di tuliskan adalah maksud dari apa yang di pahamkan, tetapi dalam Al-qur’an setiap patah kata,bahkan setiap huruf mati dituliskan dalam kitab sebagaimana yang pernah di katakan oleh Nabi Muhammad.

No comments:

Post a Comment